Madura sebagai sebuah pulau yang berada
di ujung timur pulau Jawa semakin
dikenal seiring dengan adanya jembatan penghubung antara Surabaya dengan Pulau
Madura yakni Jembatan Suramadu. Selain itu, Madura juga dikenal dengan berbagai
kelebihan lainnya diaantaranya juga meliputi budaya, agama, politik, ekonomi,
gender dan wisatanya. Madura terdiri dari empat Kabupaten ,yaitu Sumenep, Pamekasan,
Sampang dan Bangkalan. Kebudayaan dan ciri khas dari tiap-tiap kabupaten yang
ada di Madura tidak terdapat perbedaan yang cukup banyak, sehingga ciri khas
gambaran Madura bisa ditemui di setiap
Kabupaten yang ada di pulau Madura dengan mudah.
Diantara
ciri khas dari pulau Madura yang banyak dipakai oleh masyarakatnya adalah rumah
adat yang biasa dikenal dengan nama tanean
lanjeng. Dimana pengertian tanean lanjeng disitu merupakan pola bangunan
rumah adat di pulau Madura dan terdiri dari beberapa rumah dan beberapa kepala
keluarga, dimana rumah yang ada di pola tanean lanjeng, semuanya dihuni oleh
keluarga yang masih dalam satu keturunan yang sama. Selain ciri dari penghuni
rumah tanean lanjeng yang terdiri dari keluarga yang sama, di pola bangunan ini
juga sangat memperhatikan unsur halaman, taman dan juga tempat peribadatan atau
yang biasa disebut dengan Mushola.
Dari
pola bangunan rumah adat khas Madura yang disebut dengan pola tanean lanjeng, hal
itu memperhatikan bahwa masyarakat
Madura sangat memperhatikan tali peraudaraan yang sangat kuat, sehinggga rumah harus
berjejer secara berdekatan dengan sesama saudaranya. Selain itu, mushola yang
harus ada di pola rumah tanean lanjeng memperhatikan gambaran masyarakat
mempunyai tingkat religiutas yang tinggi. Dari sini memperlihatkan tipikal dari
masyarakatnya termasuk dalam masyarakat desa yang mempunyai solidaritas yang
sangat tinggi, sehingga aturan dalam kelompok selalu di patuhi semaksimal
mungkin meskipun harus mengorbankan banyak uang untuk membangun rumah yang
bentuk ukurannya di upayakan bisa menyerupai sesama keluarganya, selain itu
harus menyediakan lahan yang luas yang diperjuangkan untuk rumahnya, untuk halaman
bermainnya dan untuk lahan musholanya.
Pola
bangunan rumah tanean lanjeng sangat mudah ditemui di daerah pedesaan di Pulau
Madura, hal ini karena persediaan lahan yang masih luas dan solidaritas dari
masyarakatnya yang sangat kuat juga, pola
bangunan rumah tanean lanjeng masih bisa ditemui dengan mudah dan jumlah yang
banyak dari beberapa keluarga di daerah Sumenep, akan tetapi konsep bangunan
rumah tanean lanjeng sudah mulai bergeser dan berkurang ketika berada didaerah
Bangkalan. Pada sebagian wilayah pedesaan di Bangkalan, konsep bangunan rumah tanean lanjeng mempunyai ciri jumlah
keluarga yang berada didalam polanya
lebih sedikit dibandingkan yang ada di Sumenep, tetapi yang menjadi keunikan
tersendiri dari pola bangunan rumah di Bangkalan yaitu terletak pada bagian
musholanya, dimana jumlah mushola hampir
sama dengan jumlah rumah yang ada di pedesaan Bangkalan, dimana setiap rumah hampir semuanya memiliki
mushola tersendiri, kalaupun tidak memilikinya maka musholanya dimiliki
bersamaan dengan saudaranya yang biasanya terdiri dari dua keluarga ataupun tiga saja yang satu
keluarga dengan orang tersebut.
Selain
keunikan dari jumlah keluarga dan mushola yang dimiliki pada konsep tanean
lanjeng, pola bangunan lain
yang membedakan antara bangunan rumah di Bangkalan dengan kabupaten lain di
Madura adalah keindahan dari rumah dan musholanya mempunyai bentuk yang sangat
bagus dan cat yang berwarna warni pada bagian dindingnya ataupun lantainya, selain
itu lantai dan dindingnya tidak hanya di buat dari semen saja tetapi juga dipercantik
dengan kreasi keramik yang beragam bentuknya dan warnanya, akan tetapi bentuk rumah dan
mushola yang berada di kabupaten lain di Madura tidak semuanya mempunyai bentuk
seperti di Bangkalan, di kabupaten lain di
Madura masih banyak pola tanean lanjeng yang bentuk rumahnya dari bahan-bahan
yang sederhana yaitu seperti dari semen dan
batu-batu saja, tetapi
banyak juga yang bahannya masih terdiri dari bahan rajutan dari kayu.
1.
Bangkalan
Gerbang Awal dari Surabaya ke Madura
Bangkalan merupakan kabupaten
pertama yang dilewati untuk menuju Madura setelah terpisahkan dari laut Surabaya,
kehidupan antara masyarakat Surabaya dan Bangkalan terdapat perbedaaan yang signifikan. Masyarakat Surabaya yang
setiap hari disuguhi oleh kehidupan glamornya, tetapi juga dipadati dengan masalah-masalah
ketimpangan lainnya yang melanda masyarakatnya
sangatlah jarang terjadi di Bangkalan. Orang-orang
yang melihat kota Bangkalan akan
disuguhi oleh sesuatu yang bernuansa kebudayaan tradisional yang ada di
Bangkalan, yaitu kehidupan damainya penduduk desa yang saling hidup
berdampingan dan saling bergotong royong dan bangunan-bangunan penduduk desanya
yang selalu dipenuhi dengan nuansa keislamian yang tinggi yang terlihat dari
musholanya yang dimiliki oleh setiap keluarga di Bangkalan, tetapi kondisi yang
penuh dengan nuansa ketradisionalan mulai memudar dan mulai ditinggalkan
seiring dengan perkembangan zaman .
Faktor pendukung terjadinya perubahan-perubahan
kehidupan baru yang ada di kabupaten Bangkalan adalah dengan di bukanya
pelabuhan penghubung antara Surabaya
dan Madura ketika sebelum beroperasinya jembatan suramadu. Dengan di bukanya
penghubung dua pulau tersebut akan memudahkan orang untuk melakukan migrasi
baik yang dilakukan oleh penduduk Madura ataupun oleh penduduk luar Madura. Bangkalan merupakan kabupaten
yang dijadikan target untuk daerah perindustrian pasca dibukanya jembatan Suramadu, sehingga banyak para
pendatang dari luar
Madura mulai tinggal di Bangkalan.
2.
Dampak
Peningkatan Jumlah Penduduk di Bangkalan
Di Bangkalan
banyak berkembang perusahaan yang menangani
pembuatan kawasan
perumahan, sehingga
lahan di Bangkalan menjadi sangat mahal. Hal tersebut berdampak pada
luas ruangan rumah yang dibangun oleh masyarakat Bangkalan, perumahan yang ada di Bangkalan
sangat sempit dan kecenderungan tidak
mempunyai lahan yang luas untuk bermain, taman bunga ataupun parkir kendaraan. Pola perkembangan rumah
sudah tidak memperhatikan nuansa tradisional lagi, tetapi pembangunan yang dipergunakan adalah
pola rumah yang minimalis dan mempunyai fungsi untuk tempat berlindung dan
tidak banyak dalam mengeluarkan uang untuk membeli tanahnya.
Dari
permasalahan tersebut maka terdapat perubahan yang yang tidak bisa ditolak dengan adanya
perumahan-perumahan kecil tanpa disertai mushola ataupun yang biasa disebut dengan
surau di rumahnya. Semua
orang bersepakat bahwa kehidupan sosial
tidaklah statis, melainkan
selalu berubah secara dinamis (J.Dwi Narwoko:2006). Perubahan bentuk rumah
yang ada di Bangkalan merupakan hal yang wajar akibat adanya kebutuhan manusia
yang selalu berubah-ubah pula. Kebutuhan masyarakat Bangkalan untuk
membeli tanah saat ini di perlukan perjuangan yang panjang untuk mendapatkan
uang yang banyak karena mahalnya tanah yang ada di Bangkalan, sehingga memaksa
masyarakatnya untuk menyesuaikan kebutuhannya dalam pemenuhan pembuatan rumah
yang serba minimalis. Kondisi
seperti ini berbeda ketika sebelum adanya
jembatan Suramadu dan para pendatang dari luar Madura yang masih sedikit yang
tinggal di Bangkalan, sehingga harga tanah di Bangkalan masih murah-murah. Kondisi tanah yang murah tersebut
semakin mendorong masyarakatnya bisa membangun rumahnya
dengan pola tradisional yang mempunyai ruangan yang luas dan bentuk yang bagus.
3.
Telang
sebagai Cermin Perubahan Bangunan Rumah Adat Khas Madura
Desa
Telang merupakan desa yang terletak sekitar 4 km dari pelabuhan Kamal dan
penduduknya yang masih sangat kental dengan unsur-unsur kebudayaan dan termasuk
dalam tipikal masyarakat desa. Di
desa tersebut terdapat pusat pendidikan yaitu Universitas Trunojoyo Madura yang mempunyai dampak
yang signifikan bagi masyarakat di Telang. Dampak tersebut
mencakup berbagai aspek diantaranya aspek budaya, ekonomi, penduduk, lingkungan dan masih banyak
dampak lainnya lagi. Pada semua
dampak tersebut mengarah pada perubahan kebiasaan hidup yang ada di Telang.
Perubahan
yang kelihatan mencolok sekali yaitu terjadinya pertambahan penduduk yang terus
meningkat dari tahun ke tahun, karena
melihat peningkatan kemajuan
dari Universitas Trunojoyo Madura itu sendiri yang terus berlangsung. Dengan banyaknya para
pendatang di Telang
maka membuka peluang
pada masyarakat untuk mendirikan usaha perumahan, kos-kosan dan
kontrakan. Perumahan
yang ada di Telang dibangun secara cepat melihat kebutuhan dari pendatang yang
terus meningkat. Dalam hitungan beberapa
tahun saja,
di Desa Telang terjadi perubahan yang sangat signifikan terutama pada perubahan
Bangunan rumah yang biasa
di bangun di Bangkalan.
Sebelum
adanya Univesitas Trunojoyo Madura,
Rumah penduduk Telang yang biasanya
hanya ditempati dengan anggota keluarganya saja, ,untuk sekarang ini sudah
tidak berlaku lagi pada masyarakat
Telang umumnya. Satu
rumah di desa Telang menjadi dihuni oleh beberapa pendatang dari daerah-daerah yang
bebeda dan
harus berbagi ruangan-ruangan dengan yang lainnya. Rumah penduduk Telang
yang biasanya terdapat jarak yang sedikit jauh dari jalan, untuk saat ini sudah
tidak berlaku lagi dalam membuat bangunan seperti itu karena sempitnya lahan yang dimiliki
dan mahalnya lahan di desa Telang. Bangunan-bangunan rumah baru yang didirikan
di Telang untuk saat ini kebanyakan
langsung berhadapan dengan jalan dengan jarak yang sangat sedikit.
Selain
perubahan tersebut,
perubahan lain yang terlihat di Telang yaitu masyarakatnya yang semakin tertutup di
dunia luar, rumah-rumah
baru yang dibangun
di desa Telang tidak lagi menjadikan surau atau mushola sebagai gerbang awal
dalam mengawasi gerak-gerik orang masuk rumahnya, tetapi untuk saat ini gerbang awal
untuk mengawasi orang
asing adalah dari tinggi rendahnya
pagar yang menutupi rumahnya. Masyarakat
Telang yang dulunya sudah merasa aman ketika rumahnya
tanpa diberi pagar, tetapi setelah terjadi peningkatan penduduk di Telang dari
berbagai daerah di luar Madura maka rasa
aman dalam pembuatan rumah di Telang mayoritas
menggunakan pagar semua. Pagar yang
digunakan oleh penghuni di Telang saat ini tidak hanya berupa pagar yang pendek
dan rumahnya yang bisa kelihatan, tetapi pagar yang digunakan adalah pagar
yaang tinginya sekitar mata manusia atau bahakan lebih tinggi dari kepala
manusia supaya orang asing tidak bisa melihatnya, selain itu pagarnya yang
harus ditutup lagi dengan bahan fiber untuk pemunculan rasa aman yang lebih
tinggi.
Masyarakat
Telang yang dikenal dengan keislaman yang tinggi karena terlihat dari banyaknya
mushola yang dimiliki penduduknya
maka setelah adanya Universitas Trunojoyo Madura, image tersebut berubah
menjadi desa Telang sebagai desa kuliner dan besenang-senang. Hal tersebut karena di
perumahan baru yang didirikan di Telang tidak
ada satupun mushola yang dibangun di
perumahan baru tersebut, pembangunan yang terus meningkat adalah
toko-toko, warung, cafe, playstation, studio musik dan masih banyak bangunan baru lainnya.
Perubahan
yang terlihat dari penduduk Telang lainnya yaitu masyarakatnya yang lebih cuek dengan lainnya
dan saling tidak peduli. Kehidupan
seperti itu sangatlah berbeda
ketika sebelum adanya Universitas Trunojoyo Madura yaitu ketika di Telang masih mempunyai jumlah penduduk
yang sedikit. Gaya
hidup yang dipakai masyarakat Telang sebelum adanya Universitas Trunojoyo
sangat memperhatikan gotong-royong dan saling peduli dengan yang lainnya sehingga
solidaritas masyarakatnya sangat tinggi.
4.
Pola
Fikir Penduduk Telang Saat Ini
Penduduk
Telang untuk saaat ini terus mengalami perubahan yang disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakatnya. Perubahan masyarakat Telang untuk saat ini mengarah
pada modernitas, hal tersebut karena melihat pola fikir yang berkembang pada
masyarakatnya sesuai dengan ciri pada masyarakat modern. Masyarakat Telang
sebelum adanya Universitas Trunojoyo terkenal dengan nilia ketradisionalannya,
tetapi sesuai dengan perkembangan waktu masyarakat Telang tidak diam dan statis
pada kehidupannya. Masyarakat Telang selalu bergerak, berkembang dan berubah
beradaptasi dengan kehidupan baru yang ada didepannya sehingga muncullah Telang
yang penuh dengan kehidupan baru pada saat ini.
Masyarakat
Telang unutuk saat ini sedang megalami perubahan dari
era tradisional menuju era modern, karena
masyarakatanya yang dulu mempunyai kepedulian yang sangat tinggi, untuk saat
ini berubah menjadi individual dan saling tidak peduli dengan yang lainnya.
Individualisme menjadi ciri yang sangat mencolok pada masyarakat di era modern.
Hal tersebut terihat dari bangunan rumah baru yang didirikan yang serba
tertutup yang berbeda kondisinya sebelum adanya Universitas Trunojoyo Madura yang
masyarakatnya saling mengenal satu dengan yang lainnya.
Selain itu
masyarakat Telang untuk saat ini mengalami diferensiasi dalam tenaga kerja yang
sudah mulai beragam dan mata pencahariannya bukan hanya sebagai petani saja,
tetapi sudah banyak profesi baru yang bermunculan di desa Telang dari yang
menjadi pengusaha, pesuruh, penjual, pegawai negeri, tukang becak dan masih
banyak lagi mata pencaharian yang lainnya. Mata pencaharian yang dimiliki oleh
masyarakat Telang bisa merangkap sebagai tukang becak tetapi juga pemilik usaha
kos-kosan ataupun merangkap sebagai pemilik warung, toko dan masih banyak profesi lainnya
lagi.
Masyarakat
Telang untuk saat ini juga sudah mengarah pada pemikiran yang rasionalitas yang
memperhatikan untung rugi. Hal ini terlihat dari rumah yang dibangun di Telang
sangatlah sempit
dengan jumlah kamar yang
banyak. Dari rumah yang dibangun
masyarakat Telang, maka
memperlihatkan bahwa masyarakatnya menginginkan keuntungan yang
sebesar-besarnya dan tidak menginginkan kerugian. Masyarakat Telang yang dulunya
sangat suka menolong dan rela memberikan bantuan sesama kelompoknya, untuk saat
ini sudah mulai memperhatikan
rasionalitas tidaknya bantuan yang diberikan pada masyarakat di Telang.
Jadi pada
kesimpulannya, perubahan yang ada di desa Telang akan terus terjadi sesuai
dengan kebutuhan masyarakatnya, perubahan pertama terlihat dari bentuk bangunan
yang ada di Telang yang sudah meninggalkan
bentuk bangunan rumah adat khas Madura yang biasanya terdapat surau atau
musolanya yang untuk saat ini kosepya sudah tidak dipakai lagi, karena konsep
bangunan terebut sudah tidak efisien dan efektif lagi, oleh sebab itu perubahan
akan terus berlanjut pada perubahan yang lainnya
lagi. Perubahan yang ada di desa Telang tidak hanya dipandang
dari segi negatifnya saja, tetapi untuk mengikuti perkembangan zaman yang terus
menuntut pada perubahan lainnya lagi yang lebih efisien dan cocok dengan
masyarakatnya yang berkembang disitu.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Said. 2011. Menuju Madura Modern tanpa Kehilangan
Identitas. Jakarta : Taman Pustaka
Hoton, Paul B,. 1984. Sosiologi Edisi Keenam. Jakarta :
Erlangga
Majalah
Suluh Edisi 6/ Th. 1/ Nopember 2011
Narwoko, J. Dwi. 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta : Kencana
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta :
Raja Grafindo Persada