Senin, 12 Juni 2017

Pola Fikir Masyarakat Desa pada Perubahan Bangunan Rumah Adat Khas Madura (Studi Kasus di Desa Telang Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan)



Madura sebagai sebuah pulau yang berada di ujung timur pulau Jawa semakin dikenal seiring dengan adanya jembatan penghubung antara Surabaya dengan Pulau Madura yakni Jembatan Suramadu. Selain itu, Madura juga dikenal dengan berbagai kelebihan lainnya diaantaranya juga meliputi budaya, agama, politik, ekonomi, gender dan wisatanya. Madura terdiri dari empat Kabupaten ,yaitu Sumenep, Pamekasan, Sampang dan Bangkalan. Kebudayaan dan ciri khas dari tiap-tiap kabupaten yang ada di Madura tidak terdapat perbedaan yang cukup banyak, sehingga ciri khas gambaran Madura  bisa ditemui di setiap Kabupaten yang ada di pulau Madura dengan mudah.
            Diantara ciri khas dari pulau Madura yang banyak dipakai oleh masyarakatnya adalah rumah adat yang biasa dikenal dengan nama tanean lanjeng. Dimana pengertian tanean lanjeng disitu merupakan pola bangunan rumah adat di pulau Madura dan terdiri dari beberapa rumah dan beberapa kepala keluarga, dimana rumah yang ada di pola tanean lanjeng, semuanya dihuni oleh keluarga yang masih dalam satu keturunan yang sama. Selain ciri dari penghuni rumah tanean lanjeng yang terdiri dari keluarga yang sama, di pola bangunan ini juga sangat memperhatikan unsur halaman, taman dan juga tempat peribadatan atau yang biasa disebut dengan Mushola.
            Dari pola bangunan rumah adat khas Madura yang disebut dengan pola tanean lanjeng, hal itu memperhatikan  bahwa masyarakat Madura sangat memperhatikan tali peraudaraan yang sangat kuat, sehinggga rumah harus berjejer secara berdekatan dengan sesama saudaranya. Selain itu, mushola yang harus ada di pola rumah tanean lanjeng memperhatikan gambaran masyarakat mempunyai tingkat religiutas yang tinggi. Dari sini memperlihatkan tipikal dari masyarakatnya termasuk dalam masyarakat desa yang mempunyai solidaritas yang sangat tinggi, sehingga aturan dalam kelompok selalu di patuhi semaksimal mungkin meskipun harus mengorbankan banyak uang untuk membangun rumah yang bentuk ukurannya di upayakan bisa menyerupai sesama keluarganya, selain itu harus menyediakan lahan yang luas yang diperjuangkan untuk rumahnya, untuk halaman bermainnya dan untuk lahan musholanya.
            Pola bangunan rumah tanean lanjeng sangat mudah ditemui di daerah pedesaan di Pulau Madura, hal ini karena persediaan lahan yang masih luas dan solidaritas dari masyarakatnya  yang sangat kuat juga, pola bangunan rumah tanean lanjeng masih bisa ditemui dengan mudah dan jumlah yang banyak dari beberapa keluarga di daerah Sumenep, akan tetapi konsep bangunan rumah tanean lanjeng sudah mulai bergeser dan berkurang ketika berada didaerah Bangkalan. Pada sebagian wilayah pedesaan di Bangkalan, konsep bangunan rumah tanean lanjeng mempunyai ciri jumlah keluarga yang berada didalam polanya lebih sedikit dibandingkan yang ada di Sumenep, tetapi yang menjadi keunikan tersendiri dari pola bangunan rumah di Bangkalan yaitu terletak pada bagian musholanya, dimana jumlah mushola hampir sama dengan jumlah rumah yang ada di pedesaan Bangkalan, dimana setiap rumah hampir   semuanya memiliki mushola tersendiri, kalaupun tidak memilikinya maka musholanya dimiliki bersamaan dengan saudaranya yang biasanya terdiri dari dua keluarga ataupun tiga saja yang satu keluarga dengan orang tersebut.
            Selain keunikan dari jumlah keluarga dan mushola yang dimiliki pada konsep tanean lanjeng, pola bangunan lain yang membedakan antara bangunan rumah di Bangkalan dengan kabupaten lain di Madura adalah keindahan dari rumah dan musholanya mempunyai bentuk yang sangat bagus dan cat yang berwarna warni pada bagian dindingnya ataupun lantainya, selain itu lantai dan dindingnya tidak hanya di buat dari semen saja tetapi juga dipercantik dengan kreasi keramik yang beragam bentuknya dan warnanya, akan tetapi bentuk rumah dan mushola yang berada di kabupaten lain di Madura tidak semuanya mempunyai bentuk seperti di Bangkalan, di kabupaten lain di Madura masih banyak pola tanean lanjeng yang bentuk rumahnya dari bahan-bahan yang sederhana  yaitu seperti dari semen dan batu-batu saja, tetapi banyak juga yang bahannya masih terdiri dari bahan rajutan dari kayu.

1.        Bangkalan Gerbang Awal dari Surabaya ke Madura
            Bangkalan merupakan kabupaten pertama yang dilewati untuk menuju Madura setelah terpisahkan dari laut Surabaya, kehidupan antara masyarakat Surabaya dan Bangkalan terdapat perbedaaan yang signifikan. Masyarakat Surabaya yang setiap hari disuguhi oleh kehidupan glamornya, tetapi juga dipadati dengan masalah-masalah ketimpangan lainnya yang melanda masyarakatnya sangatlah jarang terjadi di Bangkalan. Orang-orang yang melihat kota Bangkalan akan disuguhi oleh sesuatu yang bernuansa kebudayaan tradisional yang ada di Bangkalan, yaitu kehidupan damainya penduduk desa yang saling hidup berdampingan dan saling bergotong royong dan bangunan-bangunan penduduk desanya yang selalu dipenuhi dengan nuansa keislamian yang tinggi yang terlihat dari musholanya yang dimiliki oleh setiap keluarga di Bangkalan, tetapi kondisi yang penuh dengan nuansa ketradisionalan mulai memudar dan mulai ditinggalkan seiring dengan perkembangan zaman .
            Faktor pendukung terjadinya perubahan-perubahan kehidupan baru yang ada di kabupaten Bangkalan adalah dengan di bukanya pelabuhan penghubung antara Surabaya dan Madura ketika sebelum beroperasinya jembatan suramadu. Dengan di bukanya penghubung dua pulau tersebut akan memudahkan orang untuk melakukan migrasi baik yang dilakukan oleh penduduk Madura ataupun oleh penduduk luar Madura. Bangkalan merupakan kabupaten yang dijadikan target untuk daerah perindustrian pasca dibukanya jembatan Suramadu, sehingga banyak para pendatang dari luar Madura mulai tinggal di Bangkalan.

2.        Dampak Peningkatan Jumlah Penduduk di Bangkalan
            Di Bangkalan banyak berkembang perusahaan yang menangani pembuatan kawasan perumahan, sehingga lahan di Bangkalan menjadi sangat mahal. Hal tersebut berdampak pada luas ruangan rumah yang dibangun oleh masyarakat Bangkalan, perumahan yang ada di Bangkalan sangat sempit dan kecenderungan tidak mempunyai  lahan yang luas untuk bermain, taman bunga ataupun parkir kendaraan. Pola perkembangan rumah sudah tidak memperhatikan nuansa tradisional lagi, tetapi pembangunan yang dipergunakan adalah pola rumah yang minimalis dan mempunyai fungsi untuk tempat berlindung dan tidak banyak dalam mengeluarkan uang untuk membeli tanahnya.
            Dari permasalahan tersebut maka terdapat perubahan yang yang tidak bisa ditolak dengan adanya perumahan-perumahan kecil tanpa disertai mushola ataupun yang biasa disebut dengan surau di rumahnya. Semua orang bersepakat bahwa kehidupan sosial tidaklah statis, melainkan selalu berubah secara dinamis (J.Dwi Narwoko:2006). Perubahan bentuk rumah yang ada di Bangkalan merupakan hal yang wajar akibat adanya kebutuhan manusia yang selalu berubah-ubah pula. Kebutuhan masyarakat Bangkalan untuk membeli tanah saat ini di perlukan perjuangan yang panjang untuk mendapatkan uang yang banyak karena mahalnya tanah yang ada di Bangkalan, sehingga memaksa masyarakatnya untuk menyesuaikan kebutuhannya dalam pemenuhan pembuatan rumah yang serba minimalis. Kondisi seperti ini berbeda ketika sebelum adanya jembatan Suramadu dan para pendatang dari luar Madura yang masih sedikit yang tinggal di Bangkalan, sehingga harga tanah di Bangkalan masih murah-murah. Kondisi tanah yang murah tersebut semakin mendorong masyarakatnya  bisa membangun rumahnya dengan pola tradisional yang mempunyai ruangan yang luas dan bentuk yang bagus.

3.        Telang sebagai Cermin Perubahan Bangunan Rumah Adat Khas Madura
            Desa Telang merupakan desa yang terletak sekitar 4 km dari pelabuhan Kamal dan penduduknya yang masih sangat kental dengan unsur-unsur kebudayaan dan termasuk dalam tipikal masyarakat desa. Di desa tersebut terdapat pusat pendidikan yaitu Universitas Trunojoyo Madura yang mempunyai dampak yang signifikan bagi masyarakat di Telang. Dampak tersebut mencakup berbagai aspek diantaranya aspek budaya, ekonomi, penduduk, lingkungan dan masih banyak dampak lainnya lagi. Pada semua dampak tersebut mengarah pada perubahan kebiasaan hidup yang ada di Telang.
            Perubahan yang kelihatan mencolok sekali yaitu terjadinya pertambahan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun, karena melihat peningkatan kemajuan dari Universitas Trunojoyo Madura itu sendiri yang terus berlangsung. Dengan banyaknya para pendatang di Telang maka membuka peluang pada masyarakat untuk mendirikan usaha perumahan, kos-kosan dan kontrakan. Perumahan yang ada di Telang dibangun secara cepat melihat kebutuhan dari pendatang yang terus meningkat. Dalam hitungan beberapa tahun saja, di Desa Telang terjadi perubahan yang sangat signifikan terutama pada perubahan Bangunan rumah yang biasa di bangun di Bangkalan.
            Sebelum adanya Univesitas Trunojoyo Madura, Rumah penduduk  Telang yang biasanya hanya ditempati dengan anggota keluarganya saja, ,untuk sekarang ini sudah tidak berlaku lagi pada masyarakat Telang umumnya. Satu rumah di desa Telang menjadi dihuni oleh beberapa pendatang dari daerah-daerah yang bebeda dan harus berbagi ruangan-ruangan dengan yang lainnya. Rumah penduduk Telang yang biasanya terdapat jarak yang sedikit jauh dari jalan, untuk saat ini sudah tidak berlaku lagi dalam membuat bangunan seperti itu karena sempitnya lahan yang dimiliki dan mahalnya lahan di desa Telang. Bangunan-bangunan rumah baru yang didirikan di Telang untuk saat ini kebanyakan langsung berhadapan dengan jalan dengan jarak yang sangat sedikit.
            Selain perubahan tersebut, perubahan lain yang terlihat di Telang yaitu masyarakatnya yang semakin tertutup di dunia luar, rumah-rumah baru yang dibangun di desa Telang tidak lagi menjadikan surau atau mushola sebagai gerbang awal dalam mengawasi gerak-gerik orang masuk rumahnya, tetapi untuk saat ini gerbang awal untuk mengawasi orang asing adalah dari tinggi rendahnya pagar yang menutupi rumahnya. Masyarakat Telang yang dulunya sudah merasa aman ketika rumahnya tanpa diberi pagar, tetapi setelah terjadi peningkatan penduduk di Telang dari berbagai daerah di luar Madura maka  rasa aman dalam pembuatan rumah di Telang mayoritas menggunakan pagar semua. Pagar yang digunakan oleh penghuni di Telang saat ini tidak hanya berupa pagar yang pendek dan rumahnya yang bisa kelihatan, tetapi pagar yang digunakan adalah pagar yaang tinginya sekitar mata manusia atau bahakan lebih tinggi dari kepala manusia supaya orang asing tidak bisa melihatnya, selain itu pagarnya yang harus ditutup lagi dengan bahan fiber untuk pemunculan rasa aman yang lebih tinggi.
            Masyarakat Telang yang dikenal dengan keislaman yang tinggi karena terlihat dari banyaknya mushola yang dimiliki penduduknya maka setelah adanya Universitas Trunojoyo Madura, image tersebut berubah menjadi desa Telang sebagai desa kuliner dan besenang-senang. Hal tersebut karena di perumahan baru  yang didirikan di Telang tidak ada satupun mushola yang dibangun di perumahan baru tersebut, pembangunan yang terus meningkat  adalah toko-toko, warung, cafe, playstation, studio musik dan masih banyak bangunan baru lainnya.
            Perubahan yang terlihat dari penduduk Telang lainnya yaitu masyarakatnya yang lebih cuek dengan lainnya dan saling tidak peduli. Kehidupan seperti itu sangatlah berbeda ketika sebelum adanya Universitas Trunojoyo Madura yaitu ketika di Telang masih mempunyai jumlah penduduk yang sedikit. Gaya hidup yang dipakai masyarakat Telang sebelum adanya Universitas Trunojoyo sangat memperhatikan gotong-royong dan saling peduli dengan yang lainnya sehingga solidaritas masyarakatnya sangat tinggi.

4.        Pola Fikir Penduduk Telang Saat Ini
            Penduduk Telang untuk saaat ini terus mengalami perubahan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakatnya. Perubahan masyarakat Telang untuk saat ini mengarah pada modernitas, hal tersebut karena melihat pola fikir yang berkembang pada masyarakatnya sesuai dengan ciri pada masyarakat modern. Masyarakat Telang sebelum adanya Universitas Trunojoyo terkenal dengan nilia ketradisionalannya, tetapi sesuai dengan perkembangan waktu masyarakat Telang tidak diam dan statis pada kehidupannya. Masyarakat Telang selalu bergerak, berkembang dan berubah beradaptasi dengan kehidupan baru yang ada didepannya sehingga muncullah Telang yang penuh dengan kehidupan baru pada saat ini.
            Masyarakat Telang unutuk saat ini sedang megalami perubahan dari era tradisional menuju era modern, karena masyarakatanya yang dulu mempunyai kepedulian yang sangat tinggi, untuk saat ini berubah menjadi individual dan saling tidak peduli dengan yang lainnya. Individualisme menjadi ciri yang sangat mencolok pada masyarakat di era modern. Hal tersebut terihat dari bangunan rumah baru yang didirikan yang serba tertutup yang berbeda kondisinya sebelum adanya Universitas Trunojoyo Madura yang masyarakatnya saling mengenal satu dengan yang lainnya.
Selain itu masyarakat Telang untuk saat ini mengalami diferensiasi dalam tenaga kerja yang sudah mulai beragam dan mata pencahariannya bukan hanya sebagai petani saja, tetapi sudah banyak profesi baru yang bermunculan di desa Telang dari yang menjadi pengusaha, pesuruh, penjual, pegawai negeri, tukang becak dan masih banyak lagi mata pencaharian yang lainnya. Mata pencaharian yang dimiliki oleh masyarakat Telang bisa merangkap sebagai tukang becak tetapi juga pemilik usaha kos-kosan ataupun merangkap sebagai pemilik warung, toko dan masih banyak profesi lainnya lagi.
Masyarakat Telang untuk saat ini juga sudah mengarah pada pemikiran yang rasionalitas yang memperhatikan untung rugi. Hal ini terlihat dari rumah yang dibangun di Telang sangatlah sempit dengan jumlah kamar yang banyak. Dari rumah yang dibangun masyarakat Telang, maka memperlihatkan bahwa masyarakatnya menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan tidak menginginkan kerugian. Masyarakat Telang yang dulunya sangat suka menolong dan rela memberikan bantuan sesama kelompoknya, untuk saat ini sudah mulai memperhatikan rasionalitas tidaknya bantuan yang diberikan pada masyarakat di Telang.
Jadi pada kesimpulannya, perubahan yang ada di desa Telang akan terus terjadi sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya, perubahan pertama terlihat dari bentuk bangunan yang ada di Telang yang sudah meninggalkan bentuk bangunan rumah adat khas Madura yang biasanya terdapat surau atau musolanya yang untuk saat ini kosepya sudah tidak dipakai lagi, karena konsep bangunan terebut sudah tidak efisien dan efektif lagi, oleh sebab itu perubahan akan terus berlanjut pada perubahan yang lainnya lagi. Perubahan yang ada di desa Telang tidak hanya dipandang dari segi negatifnya saja, tetapi untuk mengikuti perkembangan zaman yang terus menuntut pada perubahan lainnya lagi yang lebih efisien dan cocok dengan masyarakatnya yang berkembang disitu.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Said. 2011. Menuju Madura Modern tanpa Kehilangan Identitas. Jakarta : Taman Pustaka
Hoton, Paul B,. 1984. Sosiologi Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga
Majalah Suluh Edisi 6/ Th. 1/ Nopember 2011
Narwoko, J. Dwi. 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.  Jakarta : Kencana
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada


Pola Fikir Masyarakat Desa pada Perubahan Bangunan Rumah Adat Khas Madura (Studi Kasus di Desa Telang Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan)



Madura sebagai sebuah pulau yang berada di ujung timur pulau Jawa semakin dikenal seiring dengan adanya jembatan penghubung antara Surabaya dengan Pulau Madura yakni Jembatan Suramadu. Selain itu, Madura juga dikenal dengan berbagai kelebihan lainnya diaantaranya juga meliputi budaya, agama, politik, ekonomi, gender dan wisatanya. Madura terdiri dari empat Kabupaten ,yaitu Sumenep, Pamekasan, Sampang dan Bangkalan. Kebudayaan dan ciri khas dari tiap-tiap kabupaten yang ada di Madura tidak terdapat perbedaan yang cukup banyak, sehingga ciri khas gambaran Madura  bisa ditemui di setiap Kabupaten yang ada di pulau Madura dengan mudah.
            Diantara ciri khas dari pulau Madura yang banyak dipakai oleh masyarakatnya adalah rumah adat yang biasa dikenal dengan nama tanean lanjeng. Dimana pengertian tanean lanjeng disitu merupakan pola bangunan rumah adat di pulau Madura dan terdiri dari beberapa rumah dan beberapa kepala keluarga, dimana rumah yang ada di pola tanean lanjeng, semuanya dihuni oleh keluarga yang masih dalam satu keturunan yang sama. Selain ciri dari penghuni rumah tanean lanjeng yang terdiri dari keluarga yang sama, di pola bangunan ini juga sangat memperhatikan unsur halaman, taman dan juga tempat peribadatan atau yang biasa disebut dengan Mushola.
            Dari pola bangunan rumah adat khas Madura yang disebut dengan pola tanean lanjeng, hal itu memperhatikan  bahwa masyarakat Madura sangat memperhatikan tali peraudaraan yang sangat kuat, sehinggga rumah harus berjejer secara berdekatan dengan sesama saudaranya. Selain itu, mushola yang harus ada di pola rumah tanean lanjeng memperhatikan gambaran masyarakat mempunyai tingkat religiutas yang tinggi. Dari sini memperlihatkan tipikal dari masyarakatnya termasuk dalam masyarakat desa yang mempunyai solidaritas yang sangat tinggi, sehingga aturan dalam kelompok selalu di patuhi semaksimal mungkin meskipun harus mengorbankan banyak uang untuk membangun rumah yang bentuk ukurannya di upayakan bisa menyerupai sesama keluarganya, selain itu harus menyediakan lahan yang luas yang diperjuangkan untuk rumahnya, untuk halaman bermainnya dan untuk lahan musholanya.
            Pola bangunan rumah tanean lanjeng sangat mudah ditemui di daerah pedesaan di Pulau Madura, hal ini karena persediaan lahan yang masih luas dan solidaritas dari masyarakatnya  yang sangat kuat juga, pola bangunan rumah tanean lanjeng masih bisa ditemui dengan mudah dan jumlah yang banyak dari beberapa keluarga di daerah Sumenep, akan tetapi konsep bangunan rumah tanean lanjeng sudah mulai bergeser dan berkurang ketika berada didaerah Bangkalan. Pada sebagian wilayah pedesaan di Bangkalan, konsep bangunan rumah tanean lanjeng mempunyai ciri jumlah keluarga yang berada didalam polanya lebih sedikit dibandingkan yang ada di Sumenep, tetapi yang menjadi keunikan tersendiri dari pola bangunan rumah di Bangkalan yaitu terletak pada bagian musholanya, dimana jumlah mushola hampir sama dengan jumlah rumah yang ada di pedesaan Bangkalan, dimana setiap rumah hampir   semuanya memiliki mushola tersendiri, kalaupun tidak memilikinya maka musholanya dimiliki bersamaan dengan saudaranya yang biasanya terdiri dari dua keluarga ataupun tiga saja yang satu keluarga dengan orang tersebut.
            Selain keunikan dari jumlah keluarga dan mushola yang dimiliki pada konsep tanean lanjeng, pola bangunan lain yang membedakan antara bangunan rumah di Bangkalan dengan kabupaten lain di Madura adalah keindahan dari rumah dan musholanya mempunyai bentuk yang sangat bagus dan cat yang berwarna warni pada bagian dindingnya ataupun lantainya, selain itu lantai dan dindingnya tidak hanya di buat dari semen saja tetapi juga dipercantik dengan kreasi keramik yang beragam bentuknya dan warnanya, akan tetapi bentuk rumah dan mushola yang berada di kabupaten lain di Madura tidak semuanya mempunyai bentuk seperti di Bangkalan, di kabupaten lain di Madura masih banyak pola tanean lanjeng yang bentuk rumahnya dari bahan-bahan yang sederhana  yaitu seperti dari semen dan batu-batu saja, tetapi banyak juga yang bahannya masih terdiri dari bahan rajutan dari kayu.

1.        Bangkalan Gerbang Awal dari Surabaya ke Madura
            Bangkalan merupakan kabupaten pertama yang dilewati untuk menuju Madura setelah terpisahkan dari laut Surabaya, kehidupan antara masyarakat Surabaya dan Bangkalan terdapat perbedaaan yang signifikan. Masyarakat Surabaya yang setiap hari disuguhi oleh kehidupan glamornya, tetapi juga dipadati dengan masalah-masalah ketimpangan lainnya yang melanda masyarakatnya sangatlah jarang terjadi di Bangkalan. Orang-orang yang melihat kota Bangkalan akan disuguhi oleh sesuatu yang bernuansa kebudayaan tradisional yang ada di Bangkalan, yaitu kehidupan damainya penduduk desa yang saling hidup berdampingan dan saling bergotong royong dan bangunan-bangunan penduduk desanya yang selalu dipenuhi dengan nuansa keislamian yang tinggi yang terlihat dari musholanya yang dimiliki oleh setiap keluarga di Bangkalan, tetapi kondisi yang penuh dengan nuansa ketradisionalan mulai memudar dan mulai ditinggalkan seiring dengan perkembangan zaman .
            Faktor pendukung terjadinya perubahan-perubahan kehidupan baru yang ada di kabupaten Bangkalan adalah dengan di bukanya pelabuhan penghubung antara Surabaya dan Madura ketika sebelum beroperasinya jembatan suramadu. Dengan di bukanya penghubung dua pulau tersebut akan memudahkan orang untuk melakukan migrasi baik yang dilakukan oleh penduduk Madura ataupun oleh penduduk luar Madura. Bangkalan merupakan kabupaten yang dijadikan target untuk daerah perindustrian pasca dibukanya jembatan Suramadu, sehingga banyak para pendatang dari luar Madura mulai tinggal di Bangkalan.

2.        Dampak Peningkatan Jumlah Penduduk di Bangkalan
            Di Bangkalan banyak berkembang perusahaan yang menangani pembuatan kawasan perumahan, sehingga lahan di Bangkalan menjadi sangat mahal. Hal tersebut berdampak pada luas ruangan rumah yang dibangun oleh masyarakat Bangkalan, perumahan yang ada di Bangkalan sangat sempit dan kecenderungan tidak mempunyai  lahan yang luas untuk bermain, taman bunga ataupun parkir kendaraan. Pola perkembangan rumah sudah tidak memperhatikan nuansa tradisional lagi, tetapi pembangunan yang dipergunakan adalah pola rumah yang minimalis dan mempunyai fungsi untuk tempat berlindung dan tidak banyak dalam mengeluarkan uang untuk membeli tanahnya.
            Dari permasalahan tersebut maka terdapat perubahan yang yang tidak bisa ditolak dengan adanya perumahan-perumahan kecil tanpa disertai mushola ataupun yang biasa disebut dengan surau di rumahnya. Semua orang bersepakat bahwa kehidupan sosial tidaklah statis, melainkan selalu berubah secara dinamis (J.Dwi Narwoko:2006). Perubahan bentuk rumah yang ada di Bangkalan merupakan hal yang wajar akibat adanya kebutuhan manusia yang selalu berubah-ubah pula. Kebutuhan masyarakat Bangkalan untuk membeli tanah saat ini di perlukan perjuangan yang panjang untuk mendapatkan uang yang banyak karena mahalnya tanah yang ada di Bangkalan, sehingga memaksa masyarakatnya untuk menyesuaikan kebutuhannya dalam pemenuhan pembuatan rumah yang serba minimalis. Kondisi seperti ini berbeda ketika sebelum adanya jembatan Suramadu dan para pendatang dari luar Madura yang masih sedikit yang tinggal di Bangkalan, sehingga harga tanah di Bangkalan masih murah-murah. Kondisi tanah yang murah tersebut semakin mendorong masyarakatnya  bisa membangun rumahnya dengan pola tradisional yang mempunyai ruangan yang luas dan bentuk yang bagus.

3.        Telang sebagai Cermin Perubahan Bangunan Rumah Adat Khas Madura
            Desa Telang merupakan desa yang terletak sekitar 4 km dari pelabuhan Kamal dan penduduknya yang masih sangat kental dengan unsur-unsur kebudayaan dan termasuk dalam tipikal masyarakat desa. Di desa tersebut terdapat pusat pendidikan yaitu Universitas Trunojoyo Madura yang mempunyai dampak yang signifikan bagi masyarakat di Telang. Dampak tersebut mencakup berbagai aspek diantaranya aspek budaya, ekonomi, penduduk, lingkungan dan masih banyak dampak lainnya lagi. Pada semua dampak tersebut mengarah pada perubahan kebiasaan hidup yang ada di Telang.
            Perubahan yang kelihatan mencolok sekali yaitu terjadinya pertambahan penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun, karena melihat peningkatan kemajuan dari Universitas Trunojoyo Madura itu sendiri yang terus berlangsung. Dengan banyaknya para pendatang di Telang maka membuka peluang pada masyarakat untuk mendirikan usaha perumahan, kos-kosan dan kontrakan. Perumahan yang ada di Telang dibangun secara cepat melihat kebutuhan dari pendatang yang terus meningkat. Dalam hitungan beberapa tahun saja, di Desa Telang terjadi perubahan yang sangat signifikan terutama pada perubahan Bangunan rumah yang biasa di bangun di Bangkalan.
            Sebelum adanya Univesitas Trunojoyo Madura, Rumah penduduk  Telang yang biasanya hanya ditempati dengan anggota keluarganya saja, ,untuk sekarang ini sudah tidak berlaku lagi pada masyarakat Telang umumnya. Satu rumah di desa Telang menjadi dihuni oleh beberapa pendatang dari daerah-daerah yang bebeda dan harus berbagi ruangan-ruangan dengan yang lainnya. Rumah penduduk Telang yang biasanya terdapat jarak yang sedikit jauh dari jalan, untuk saat ini sudah tidak berlaku lagi dalam membuat bangunan seperti itu karena sempitnya lahan yang dimiliki dan mahalnya lahan di desa Telang. Bangunan-bangunan rumah baru yang didirikan di Telang untuk saat ini kebanyakan langsung berhadapan dengan jalan dengan jarak yang sangat sedikit.
            Selain perubahan tersebut, perubahan lain yang terlihat di Telang yaitu masyarakatnya yang semakin tertutup di dunia luar, rumah-rumah baru yang dibangun di desa Telang tidak lagi menjadikan surau atau mushola sebagai gerbang awal dalam mengawasi gerak-gerik orang masuk rumahnya, tetapi untuk saat ini gerbang awal untuk mengawasi orang asing adalah dari tinggi rendahnya pagar yang menutupi rumahnya. Masyarakat Telang yang dulunya sudah merasa aman ketika rumahnya tanpa diberi pagar, tetapi setelah terjadi peningkatan penduduk di Telang dari berbagai daerah di luar Madura maka  rasa aman dalam pembuatan rumah di Telang mayoritas menggunakan pagar semua. Pagar yang digunakan oleh penghuni di Telang saat ini tidak hanya berupa pagar yang pendek dan rumahnya yang bisa kelihatan, tetapi pagar yang digunakan adalah pagar yaang tinginya sekitar mata manusia atau bahakan lebih tinggi dari kepala manusia supaya orang asing tidak bisa melihatnya, selain itu pagarnya yang harus ditutup lagi dengan bahan fiber untuk pemunculan rasa aman yang lebih tinggi.
            Masyarakat Telang yang dikenal dengan keislaman yang tinggi karena terlihat dari banyaknya mushola yang dimiliki penduduknya maka setelah adanya Universitas Trunojoyo Madura, image tersebut berubah menjadi desa Telang sebagai desa kuliner dan besenang-senang. Hal tersebut karena di perumahan baru  yang didirikan di Telang tidak ada satupun mushola yang dibangun di perumahan baru tersebut, pembangunan yang terus meningkat  adalah toko-toko, warung, cafe, playstation, studio musik dan masih banyak bangunan baru lainnya.
            Perubahan yang terlihat dari penduduk Telang lainnya yaitu masyarakatnya yang lebih cuek dengan lainnya dan saling tidak peduli. Kehidupan seperti itu sangatlah berbeda ketika sebelum adanya Universitas Trunojoyo Madura yaitu ketika di Telang masih mempunyai jumlah penduduk yang sedikit. Gaya hidup yang dipakai masyarakat Telang sebelum adanya Universitas Trunojoyo sangat memperhatikan gotong-royong dan saling peduli dengan yang lainnya sehingga solidaritas masyarakatnya sangat tinggi.

4.        Pola Fikir Penduduk Telang Saat Ini
            Penduduk Telang untuk saaat ini terus mengalami perubahan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakatnya. Perubahan masyarakat Telang untuk saat ini mengarah pada modernitas, hal tersebut karena melihat pola fikir yang berkembang pada masyarakatnya sesuai dengan ciri pada masyarakat modern. Masyarakat Telang sebelum adanya Universitas Trunojoyo terkenal dengan nilia ketradisionalannya, tetapi sesuai dengan perkembangan waktu masyarakat Telang tidak diam dan statis pada kehidupannya. Masyarakat Telang selalu bergerak, berkembang dan berubah beradaptasi dengan kehidupan baru yang ada didepannya sehingga muncullah Telang yang penuh dengan kehidupan baru pada saat ini.
            Masyarakat Telang unutuk saat ini sedang megalami perubahan dari era tradisional menuju era modern, karena masyarakatanya yang dulu mempunyai kepedulian yang sangat tinggi, untuk saat ini berubah menjadi individual dan saling tidak peduli dengan yang lainnya. Individualisme menjadi ciri yang sangat mencolok pada masyarakat di era modern. Hal tersebut terihat dari bangunan rumah baru yang didirikan yang serba tertutup yang berbeda kondisinya sebelum adanya Universitas Trunojoyo Madura yang masyarakatnya saling mengenal satu dengan yang lainnya.
Selain itu masyarakat Telang untuk saat ini mengalami diferensiasi dalam tenaga kerja yang sudah mulai beragam dan mata pencahariannya bukan hanya sebagai petani saja, tetapi sudah banyak profesi baru yang bermunculan di desa Telang dari yang menjadi pengusaha, pesuruh, penjual, pegawai negeri, tukang becak dan masih banyak lagi mata pencaharian yang lainnya. Mata pencaharian yang dimiliki oleh masyarakat Telang bisa merangkap sebagai tukang becak tetapi juga pemilik usaha kos-kosan ataupun merangkap sebagai pemilik warung, toko dan masih banyak profesi lainnya lagi.
Masyarakat Telang untuk saat ini juga sudah mengarah pada pemikiran yang rasionalitas yang memperhatikan untung rugi. Hal ini terlihat dari rumah yang dibangun di Telang sangatlah sempit dengan jumlah kamar yang banyak. Dari rumah yang dibangun masyarakat Telang, maka memperlihatkan bahwa masyarakatnya menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan tidak menginginkan kerugian. Masyarakat Telang yang dulunya sangat suka menolong dan rela memberikan bantuan sesama kelompoknya, untuk saat ini sudah mulai memperhatikan rasionalitas tidaknya bantuan yang diberikan pada masyarakat di Telang.
Jadi pada kesimpulannya, perubahan yang ada di desa Telang akan terus terjadi sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya, perubahan pertama terlihat dari bentuk bangunan yang ada di Telang yang sudah meninggalkan bentuk bangunan rumah adat khas Madura yang biasanya terdapat surau atau musolanya yang untuk saat ini kosepya sudah tidak dipakai lagi, karena konsep bangunan terebut sudah tidak efisien dan efektif lagi, oleh sebab itu perubahan akan terus berlanjut pada perubahan yang lainnya lagi. Perubahan yang ada di desa Telang tidak hanya dipandang dari segi negatifnya saja, tetapi untuk mengikuti perkembangan zaman yang terus menuntut pada perubahan lainnya lagi yang lebih efisien dan cocok dengan masyarakatnya yang berkembang disitu.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Said. 2011. Menuju Madura Modern tanpa Kehilangan Identitas. Jakarta : Taman Pustaka
Hoton, Paul B,. 1984. Sosiologi Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga
Majalah Suluh Edisi 6/ Th. 1/ Nopember 2011
Narwoko, J. Dwi. 2006. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.  Jakarta : Kencana
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada